Page Bar

Senin, 19 Juli 2010

Jodoh lagi....


Orang-orang ”optimis” selalu berkata, jodoh kita adalah apa yang kita
usahakan, bukan semata-mata pemberian dari Tuhan. Jika kita yakin dan
berusaha, kita bisa mendapatkan jodoh yang kita inginkan. Seorang pria
telah berpacaran dengan gadis impiannya selama bertahun-tahun, dan dia
yakin bahwa gadis itu adalah jodohnya. Selama berpacaran, badai dan
karang telah mereka lalui bersama. Tak ada apapun di dunia yang bisa
membatalkan rencana pernikahan mereka berdua. Pada hari yang telah
ditentukan, upacara pernikahan mereka diselenggarakan dengan sangat
meriah. Sang pria menunjukkan dengan bangga kepada teman dan kerabat,
dia bisa menikahi gadis impiannya. Beberapa tahun kemudian seorang
teman mendapati pria itu duduk sendirian di taman. Setelah berbincangbincang,
teman tersebut mengetahui bahwa ia telah bercerai dari istrinya
karena suatu alasan yang tidak disebutkannya. Sang teman mencoba
menghibur dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Bertahun-tahun lalu
ia mencintai seorang gadis dan berupaya keras untuk menikahinya, tapi
dengan berbagai macam alasan dan rintangan, ia harus say goodbye kepada
mimpi dan berpisah dengan gadis itu. Beberapa waktu kemudian, diapun
bertemu tanpa sengaja dengan seseorang yang kini menjadi ibu dari anakanaknya.
Jodoh adalah rahasia Tuhan. Kita tidak pernah tahu apakah suami, istri,
ataukah kekasih kita saat ini adalah benar-benar soulmate atau jodoh kita.
Tuhan telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, sebagaimana yang
telah disebutkan di dalam kitab suci. Masalahnya apakah kita bisa
menemukan belahan jiwa itu. Kita mungkin tidak pernah menyadari bahwa
jodoh kita sebenarnya adalah orang yang selama ini ada di depan kita,
cuma kita yang terlalu ”sibuk” mencari bahkan sampai ke belahan dunia
yang berbeda sekalipun. Tidak ada salahnya sama sekali jika kita berusaha
mendapatkan orang yang kita inginkan. Hanya saja terkadang kita terlalu
optimis dan sama sekali lupa bahwa ada faktor X, yaitu kekuatan ilahiyyah
(keTuhanan) yang sesungguhnya sangat menentukan dalam proses
pencarian kita. Berdoalah kepada Sang Pencipta, apabila kita telah menemukan seseorang
yang kita harapkan, atau apabila telah menikah dan dikaruniai putra-putri,
atau bahkan belum menemukan belahan hati, semoga orang yang akan
bersama kita atau yang sedang bersama kita saat ini adalah jodoh kita,
sekarang dan selamanya.
materi referensi:
Bertahun-tahun yang lalu, Aku berdoa kepada Tuhan untuk memberikan
pasangan hidup, "Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak
memintanya", Tuhan menjawab. Tidak hanya Aku meminta kepada Tuhan,
Aku menjelaskan kriteria pasangan yang kuinginkan. Aku menginginkan
pasangan yang baik hati, lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh
dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris,
penuh perhatian. Aku bahkan memberikan kriteria pasangan tersebut
secara fisik yang selama ini kuimpikan. Sejalan dengan berlalunya waktu,
Aku menambahkan daftar kriteria yang kuinginkan dalam pasanganku.
Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam hatiku," Hamba-Ku, Aku
tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan. " Aku bertanya,
"Mengapa Tuhan?" dan Ia menjawab, " Karena Aku adalah Tuhan dan Aku
adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan adalah
benar." " Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak
dapat memperoleh apa yang aku pinta dari-Mu?" " Jawab Tuhan, "Aku akan
menjelaskannya kepada-Mu, Adalah suatu ketidak adilan dan ketidak
benaran bagi-Ku untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat
memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagi-Ku
untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu
jika terkadang engkau masih kasar, atau memberikan seseorang yang
pemurah tetapi engkau masih kejam, atau seseorang yang mudah
mengampuni tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam,
seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."
Kemudian Ia berkata kepadaku, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan
kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas
yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu
mencari seseorang yang sudah mempunyai semuanya itu. Pasanganmu akan
berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan melihat dirimu
sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu.
Pernikahan adalah seperti sekolah - suatu pendidikan jangka panjang Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati
satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan
membuat suatu kerjasama yang solid. Aku tidak memberikan pasangan
yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku memberikanmu
seseorang yang dapat tumbuh bersamamu."
Kisah ini untuk yang sudah menikah, yang baru saja menikah, yang sedang
mencari...
(Based on Inbox on my Facebook)

Minggu, 11 Juli 2010

Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Tertentu

Syeikh Abul Abbas Al-Mursy
Allah swt Swt. berfirman,“Tunjukkan kami ke jalan yang lurus.


Syekh Abu al-Abbas r.a. mengatakan bahwa maksud ayat itu adalah, “Tunjukanlah kami ke jalan lurus dengan me neguhkan apa yang telah kami raih, dan

memberikan bimbingan terhadap apa yang belum kami raih” Jawaban ini pernah diungkap oleh Ibnu Athiyah dalam tafsirnya, yang diuraikan oleh Syeikh Abul Abbas, yang kemudian menjelaskan:
“Publik mukminin biasanya malah menafsirkan:
“Tunjukkan kami ke jalan yang lurus, yakni dengan meneguhkan yang telah kami raih dan menunjukkan yang belum dicapai. Dengan cara itulah mereka mendapatkan tauhid, namun, mereka belum mencapai derajat orang-orang saleh.

Sedangkan orang saleh mengucapkan “tunjukkan kami ke jalan yang lurus”, bermakna: kami memohon kepada-Mu untuk meneguhkan yang telah kami raih dan menunjukkan yang belum kami raih.

Mereka telah mencapai derajat kesasalehan. Namun, mereka belum mencapai derajat syuhada.
Para syuhada mengucapkan “tunjukkan kami ke jalan yang lurus” dengan meneguhkan apa yang diraihnya dan mohon ditunjukkan yang belum dicapai. Mereka telah mencapai derajat syuhada. Tetapi mereka belum mencapai derajat shiddiqin.
Kaum shiddiqin mengucapkan, “tunjukkan kami ke jalan yang lurus,” yakni dengan meneguhkan yang telah diraihi dan menun jukkan yang belum diraihnya.

Mereka telah mencapai derajat shiddiqin. Namun mereka belum mencapai derajat quthub.
Para wali quthub mengucapkan, “tunjukkan kami ke jalan yang lurus,” yakni dengan meneguhkan yang telah diraih dan me nunjukkan yang belum diraihnya. Mereka telah mencapai tingkat an quthub. Tetapi mereka belum mendapat ilmu yang, jika Allah swt berkehendak untuk memperlihatkannya, niscaya Dia memperli hatkan pengetahuan itu kepadanya.

Tafsir Surat Albaqarah Ayat 3
“Yaitu orang-orang yang beriman kepada hal gaib dan mendirikan shalat.”

Syeikh r.a. mengatakan bahwa setiap kali Allah swt menyebutkan orang yang shalat dalam bentuk pujian, kata yang digunakan
se lalu tertuju kepada orang yang mendirikan shalat.
Kadang menggunakan kata `mendirikan’ (iqomah) atau kata lain yang mengacu pada pengertian tersebut.
Misalnya, Allah swt berfirman:
“Yaitu orang yang beriman kepada hal gaib dan mendirikan shalat.” (Al-Baqarah 3)
“Wahai Tuhan, jadikan aku orang yang mendirikan shalat.” (Ibrahim: 40).
“Dirikanlah shalat!” (Al-Isra’ 78)
“Dan mendirikan shalat.” (At-Taubah 18)
“Mereka mendirikan shalat. “ (Fathir 29)
“Dan pendiri shalat.” (Al-Hajj 35)

Namun, ketika menyebutkan orang yang shalat dengan ungkapan “kealpaan,” Allah swt berfirman:

“Celaka mereka yang shalat. Yaitu yang alpa dari shalat mereka.” (Al-Ma’un 4-5)
Allah swt tidak mengatakan, “Celaka bagi mereka yang mendirikan shalat”

Iqomah atau `mendirikan’ adalah bahwa jika seorang muk min shalat, maka Allah swt, mencipta rupa makhluk dari shalatnya itu di alam malakut-Nya dalam keadaan rukuk dan sujud hingga hari kiamat. Sedangkan pahalanya diberikan kepada mukmin itu.”

Sabtu, 19 Juni 2010

Terimalah Yang Telah Dia Berikan

"Engkau bertajrid, padahal Allah menjadikanmu pada golongan yang mencari penghidupan. Keinginan (bertajrid) merupakan keinginan hawa nafsu. Sebaliknya, kau ingin memenuhi kehidupan duniawi, padahal Allah telah menjadikanmu kedalam golongan orang bertajrid. Keinginan mengejar duniawi merupakan kemunduran dari cita-cita yang luhur"

Allah SWT tidak hanya menciptakan kehidupan akhirat. Allah juga menciptakan kehidupan duniawi. Mengapa engkau membenamkan diri dalam ritual-ritual yang justru menghabiskan umurmu dengan sia-sia, tak bermanfaat bagi sesama manusia. Engkau berkeinginan dekat kepada Allah, lalu duduk berlama-lama memutar biji tasbih, tepekur sampai tengkukmu menjadi kaku. Engkau memperbanyak amalan-amalan sunah, sampai-sampai yang wajib terlupakan.

Sikap seperti itu ertanda bahwa kau hanya mengejar kehidupan akhirat belaka. Engkau melupakan hak dan kewajibanmu sebagai mahkluk di muka bumi. Padahal Allah menjadikan manusia itu sebagai khalifah, sebagai pengatur dan penguasa dunia.

Engkau lupa bahwa dirimu punya hak dan kewajiban untuk beristri dan beranak, mencari nafkah dan bergaul dengan sesama. Jika engkau bersikap mementingkan diri sendiri karena memburu akhiratmu, maka engkau pun melupakan kewajibanmu terhadap sesama manusia, terhadap anak dan istrimu terhadap orang-orang di sekitarmu.

Atau, justru sebaliknya, engkau tidak memikirkan akhirat sama sekali tetapi sibuk memburu kekayaan. Siang dan malam membanting tulang. Tak henti-hentinya mengumpulkan energi dan memeras keringat. Semua itu kau lakukan untuk mencapai kenikmatan duniawi. Ingatlah, Allah tidak hanya menciptakan dunia, tetapi juga menyediakan akhirat.

Jika dirimu tenggelam dalam lautan duniawi belaka, lalu mana persisapan untuk akhirat mu? Kenikmatan hidup disunia ini hanya sekejap. Bagaikan musafir yang singgah dibawah pohon untuk berteduh.

Sebagai orang yang bermata hati, hendaknya jangan mementingkan urusan akhirat saja. Keinginan itu merupakan keinginnan hawa nafsu. Sebaliknya, jangan pula mementingkan urusan duniawi. Itu pun merupakan keinginan hawa nafsu.

Orang yang tajam penglihatannya, tentu dapat mengatur keseimbangan antara akhirat dan kehidupan dunia. Masign-masing mendapat porsi yang seimbang. Orang-orang ini sadar bahwa Allah telah menyediakan kenikmatan duniawi yang harus dicapai dengan jerih payah. Allah menjanjikan akhirat yang harus dicapai dengan jerih payah pula. Karenanya, dalam masalah ini yang terpenting adalah diperlukan sikap berserah diri kepada Allah, bersikap menerima atas kehendakNya terhadap pernghidupanmu.

Berkurangnya Harapan Ketika Gagal

"Orang yang membangga-banggakan jerih payah dan perbuatannya, ketika gagal akan berkurang harapannya terhadap rahmat Allah"

Jika dirimu mempunyai anggapan bahwa segala sesuatunya yang telah engkau petik di dunia ini atas jerih payahmu sendiri, maka berarti engkau membanggakan diri terhadap kemampuan-mu. Engkau akan menemui penyesalan ketika kelak gagal. Engkau akan menyesal manakala mendapati hasil yang tidak sesuai dengan harapan.
Manusia seringkali lupa bahwa di balik daya upaya dirinya itu ada kekuatan yang Maha Kuat. Kekuatan Yang Berkuasa dan menentukan harapan-harapannya.

Jika mata hatimu jerniah, maka engkau akan melihat bahwa asal penyebab di balik jerih payahmu dan hasil yang kau dapatkan hanyalah dari Allah semata.

Keyakinan ini haruslah ditanamkan di dalam hati, agar engkau tidak menyesal manakala ikut bermain dalam kehidupan ini kemudian terantuk batu sandungan; gagal! Begitu juga jika engkau berhasil dalam mencapai harapan, maka engkau tak akan kufur nikmat.

Kebanyakan di antara manusia lupa diri. Mereka menganggap semua harapan itu dapat diraih dengan kekuatan usahanya sendiri. Karenanya jika ia telah dapat mencapai kenikmatan hidup, akhirnya jadi berbangga diri. Mereka mengingkari nikmat yang dirasakan. Mereka lupa bahwa yang menentukan hasil akhir dari jerih payah adalah Tuhan. Tanpa campur tangan kekuasaanNya, tak mungkin dapat mencapai kenikmatan itu.

Ingatlah, jika engkau lupa bahwa takdir Allah itu sangat mempengaruhi jerih payahmu, maka engkau pasti kecewa ketika menemui kegagalan.

Tetapi jika dirimu sadar terhadap kegagalan dibalik usaha, maka kegagalan dibalik usaha, maka kegagalan hanya engkau pandang sebagai peringatan guna memperkuat kesadaran dalam berkehendak. Orang yang mengaku salik, tentu menyandarkan harapannya kepada Yang Mengabulkan cita-cita.

Rabu, 14 Januari 2009

Mengapa aku harus menjadi bodoh…

Mengapa aku harus menjadi bodoh…
Ketika kita merasa sesuatu yang kita miliki sudah lebih dan terasa mengangkat kita dihadapan orang lain, sebenarnya saat itu semua menjadi berat. Apa yang menjadi rasa, apa yang menjadi suasana hati, dan apa yang menjadi angkuh akan terus-menerus datang hingga saat nanti kita terjatuh karena berhadapan dengan orang yang ternyata lebih dan lebih dari apa yang kita kira… []

Kamu ingin mambuat sesuatu berdasarkan apa yang kamu tahu. Sehingga pola pikirmu secara otomatis menjadi standar bagi orang lain untuk mengerti jalur yang telah dibuat dalam otak yang kau gunakan untuk berfikir… Sehingga saat semua merasa caamu itu cukup sulit dimengerti dan pada saat itulah kamu merasa “ Masa’ Cuma seperti ini g bisa!?!? Ini kan masih dasar-dasarya saja..!!!” Uhg..!!! Mulailah nafsu insani mu mencetak skor dalam ruh mu yang bersih. Mulai kau abaikan Ia dan mulai tak peduli dirimu dengan kebersihanNya, sedangkan Ia tidak mungkin dapat dikotori… Sembunyi Ia di ujung dinding yang tertutup. Bersembunyi bukan untuk menjauh dari mu, tapi bersembunyi untuk menunggu kapan engkau lantunkan pujian dalam detak jantungmu yang daim agak pendaran cahaya itu dapat mengangkatNya dan mengajakmu menuju kesatuan dalam dimensi yang terlepas dari dualitas. Akhirnya semua menjadi Aku-Aku, Aku-Kamu, Kamu-Aku, dan Aku hanya Aku.... []